Minggu, 23 Agustus 2009

Frozen baby Mammoth


Frozen Baby Mammoth to Shed Light on Climate Change
Hiroko Tabuchi, Associated Press

Jan. 4, 2008 -- Frozen in much the state it died some 37,500 years ago, a Siberian baby mammoth undergoing tests in Japan could finally explain why the beasts were driven to extinction -- and shed light on climate change, scientists said Friday.

The 6-month-old calf, unearthed in May by a reindeer herder in northern Siberia's remote Yamal-Nenets autonomous region, is virtually intact and even has some fur, though the tail and ear of the animal dubbed "Lyuba" were apparently bitten off.

"Lyuba's discovery is an historic event," said Bernard Buigues, vice president of the Geneva-based International Mammoth Committee. "It could tell us why this species didn't survive ... and shed light on the fate of human beings."

The last of the ancient beasts are thought to have roamed the earth from about 4.8 million years ago to 4,000 years ago, and researchers have debated whether their demise was due to climate change or over-hunting by humans.

"This is what we've all been waiting for -- the chance to explain everything about the mammoth," said Naoki Suzuki of the Jikei University School of Medicine, who is leading the first phase of an international study of the carcass's structure.

"Our findings will be a big step toward resolving the mystery of their extinction," Suzuki told a press conference in Tokyo.

The 4-foot gray-and-brown mammoth underwent a computed tomography scan that produced 3-D pictures with an almost surgical view, Suzuki said.
Quote:
40,000 year old frozen baby mammoth unearthed

In “Ice Baby” by Tom Mueller, the May 2009 issue of National Geographic announces the recent discovery of a 40,000 year old baby mammoth in Sibera. She is called Lyuba, named after the wife of the Nenet reindeer herder who found her, and is in near-pristine condition, having even her eyelashes. In fact, besides most of her wooly coat being gone, the only pieces missing (part of her tail and right ear) were destroyed after her recovery. Even so, she is undoubtedly the most complete specimen of mammoth to date.

Of course, paleontologists such as Dan Fisher, who has spent his entire life studying Pleistocene mammoths and mastodons, are excited by this find because Lyuba provides the most complete set of data it is possible to obtain, and all from one animal. Before, Fisher and his colleagues had been forced to infer certain states of health from fossils (primarily teeth) by comparing against similar findings in the mammoth’s closest relative, the elephant. But Lyuba was so well-preserved that Fisher was able to scan her, take tissue samples, and even retrieve stomach contents.

A three-day autopsy, during which Lyuba was allowed to partially thaw to facilitate more invasive procedures, indicated that Lyuba was a well-fed one-month old mammoth at the time of her death, indicating that death was accidental. Supporting these findings was a dense mix of clay and sand in her mouth and throat, which she likely inhaled after falling into riverbank mud, leading to suffocation, but also the probable cause of her excellent preservation. Dense mud would have sealed out oxygen and prevented aerobic microbes from decomposing her soft tissue, and then lactic acid-producing microbes colonized her tissues, effectively “pickling” her carcass. Later, the ground turned to permafrost, freezing her as well.

Following Lyuba’s article in National Geographic is another article entitled “Recipe for a Resurrection” (also by Tom Mueller), which discusses the possibilities for cloning extinct species such as mammoths and Tasmanian tigers. Pointing to the recent success of Teruhiko Wakayama’s team in cloning mice that had been frozen for 16 years, and the recent publishing of 70 percent of the mammoth genome by a team led by Webb Miller and Stephan C. Schuster, the article details the hurdles that still remain in accomplishing this long hoped-for feat.

Oddly enough, though cloning offers no hope of bringing back the same individual organism, the article ends with a pro-death quote from Tom Gilbert, “an expert in ancient DNA at Copenhagen University who with Schuster and Webb pioneered the harvesting of mammoth DNA from hair,” who “questions both the utility and wisdom of cloning extinct species. – ‘If you can do a mammoth, you can do anything else that’s dead, including your grandmother. But in a world in global warming and with limited resources for research, do you really want to bring back your dead grandmother?’”

The Field Museum in Chicago is planning an exhibition tour starring Lyuba in 2010, with assistance from the National Geographic Society.

Disaat pasir pantai menjadi media lukis kanvas raksasa



Peter Donnelly adalah seorang seniman yang dapat mengklaim untuk melihat gambar yang lebih besar.

Berbasis di Christchurch, Selandia Baru, Peter Donnelly yang telah berlatih unik mengambil pasir seni selama lebih dari sepuluh tahun, selama periode yang dia telah menciptakan hampir seribu lembar seni - hanya untuk melihat kreatifitas pencurahan

Bila Minggu pagi tide goes out, Donnelly turun ke pantai Brighton dermaga baru di bawah ini, dan dengan menyapu dan tongkat untuk paintbrushes, memikirkan tentang apa yang ada dalam imajinasinya ke atas pasir.

Empat jam kemudian, sebuah bagian dari seni yang terlihat dan lahir.

Ikan duyung di malaysia


Dunia semakin aneh. Buktinya, belakangan ini banyak ditemukan makhluk aneh yang belum pernah dilihat sebelumnya. Salah satu makhluk itu adalah mermaid yang ditemukan di salah satu pulau di Malaysia.Mirip ikan, tapi bentuk anatomi menyerupai manusia. Hidup di rawa-rawa.Jika melirik mitos , kita akan terbayang pada ikan duyung. Tapi ikan duyung yang menakutkan.Bentuk kepalanyapun juga hampir menyerupai kepala manusia. Hanya saja ditambah dengan sirip yang ada pada posisi telinga hingga leher. Gigi yang panjang dan runcing memperlihatkan bahwa makhluk ini adalah karnivora. Tapi belum bisa dipastikan.Semakin ke bawah semakin jelas bentuk ikannya. Ekor lebar membuktikan bahwa makhluk ini perenang ulung.Ternyata makhluk ini juga mempunyai tangan seperti manusia. Tapi apakah tangan ini digunakan sebagai sirip (pendayung) atau sebagaimana tangan manusia biasa.Postur mermaid yang ditemukan sangat kurus. Mungkin saja makhluk ini agak susah mendapatkan makanan.
Mudah-mudahan penelitian terhadap mermaid terus dilakukan agar ketakutanm manusia terhadap hantu yang berbentuk ikan tidak lagi menjadi-jadi. Segala seginya harus diperhatikan dari dua aspek. Aspek pertama adalah faktor agama dan aspek kedua barulah ilmu pengetahuan.

Peta Indonesia dari kulit jeruk!

Cara mengetahui anda dibohongi orang!

Ketika ia berbohong, maka bahasa tubuhnya akan mengkhianatinya. Anda dengan mudah bisa mendeteksi apakah si dia jujur atau tidak, dengan memerhatikan beberapa hal berikut ini:

1.
Jika si dia melingkarkan pergelangan kakinya ke salah satu kaki kursi, atau tanpa sadar menggoyang-goyangkan kakinya saat berbicara, maka kemungkinan besar dirinya sedang berdusta. Meskipun terlihat mudah, berbohong bisa membuat seseorang merasa stres dan tertekan, sehingga tanpa sadar melakukan berbagai gerakan kecil untuk melepaskan ketegangan.

2.
Saat diberikan pertanyaan sederhana, ada jeda cukup panjang sebelum ia memberikan jawaban. Atau, si dia mengulangi kembali pertanyaan tersebut sebelum menjawabnya. Jika demikian, Anda boleh merasa curiga, sebab ada kemungkinan pria itu sedang berbohong.

3. Si dia memasukkan kedua tangan ke dalam saku saat berbicara. Hmm… bisa jadi ada sesuatu yang ia sembunyikan dari Anda. Menyembunyikan kedua telapak tangan mengindikasikan kecemasan dan kegelisahan, sedangkan memperlihatkannya menunjukkan rasa nyaman dan keterbukaan.

4.
Saat menjelaskan sesuatu, terlalu banyak kata ”tapi” yang terselip di dalam kalimatnya. Contoh: ”Aku tahu kamu tidak akan percaya, tapi...” Kemungkinan terburuk, kalimat di belakang kata ”tapi” tersebut merupakan cerita bohong yang ia karang sendiri.

5. Si dia mengangkat sebelah atau kedua bahunya saat menjawab pertanyaan Anda. Hati-hati! Sebab hal ini sama saja seperti menyilangkan jari di belakang punggung untuk menyembunyikan kebohongan.

6.
Dirinya tidak bisa berhenti menggosok-gosokkan telunjuk ke bagian bawah hidung. Kebiasaan ini umumnya dilakukan oleh orang yang jarang berdusta, sehingga dirinya merasa menyesal ketika harus membohongi Anda.

7. Sebelum menjawab pertanyaan, si dia mendecakkan lidah atau menjilati bibir dengan lidahnya.

8.
Orang yang berdusta sering sengaja menatap mata lawan bicaranya berlama-lama untuk membuktikan kejujurannya.

Sayang anak ala india,dilempar dari ketinggian belasan meter

Ritual aneh dan menyeramkan di India, yaitu melempar anak bayi dari ketinggian 15 meter dan ditampung dengan hanya menggunakan sprei.
Ritual ini telah dilakukan sejak 700 tahun dan dipercaya oleh penduduk yang beragama Hindu maupun Islam di pedesaan India.
Dengan tingkat kematian bayi yang sangat tinggi , terutama didaerah pedesaan India, mereka percaya dengan melakukan ritual ini dapat memberikan kesehatan pada anak-anak mereka.
Yah…kurang lebih begitulah kepercayaan mereka, mau lihat bagaimana kegiatan ritual tersebut mereka lakukan ? Bener-bener edan dan mengerikan.
Sejumlah kelompok aktivis anak mengecam pemerintah lokal di India yang mengizinkan ratusan bayi dijatuhkan dari atap masjid dalam sebuah ritual mengalap berkah.
Dalam kepercayaan rakyat India utara, ritual itu diyakini membuat si bayi sehat dan keluarganya mendapat kemakmuran. Sejauh ini tidak ada laporan bayi-bayi itu cedera karena sebuah alas seperai telah digelar di lokasi jatuhnya sang bayi. Namun, tetap saja ritual itu dianggap tidak berperikemanusiaan.
Ritual nyeleneh ini berlangsung di Baba Umer Durga, tempat yang disucikan umat Muslim setempat. Keyakinan tersebut telah berlangsung hampir 700 tahun dan diikuti ratusan orang setiap tahun baik umat Hindu maupun Muslim.
Bayi-bayi itu biasanya berusia di bawah dua tahun. Mereka kemudian dijatuhkan dari ketinggian 15 meter dan jatuh di sebuah seperai yang dipegangi orangtua bayi atau peserta lain.
Sejumlah saluran televisi menayangkan bayi-bayi itu menjerit ketakutan saat mereka diayun-ayunkan kemudian dijatuhkan. Para aktivis anak mengungkapkan kegeramannya setelah menyaksikan saluran televisi Headlines Today menayangkan bayi-bayi itu terjatuh.


“Ini menunjukkan kegagalan pemerintah mencegah praktek ini dan menciptakan kesadaran tentang kesehatan anak-anak,” kata Ranjana Kumari, seorang aktivis HAM di New Delhi. “Ini juga merefleksikan minumnya akses layanan kesehatan yang memaksa warga meyakini hal irasional ini,” kata Kumari kepada AP.


Sementara pemerintah dan aktivis hak asasi manusia terus menghimbau agar ritual tersebut tidak dilakukan dan menghimbau agar penduduk menyadari bahwa kesehatan anak tidak dapat dilakukan dengan cara tersebut.
Komisi Nasional Perlindungan Hak Anak India mengeluarkan surat peringatan, Kamis (30/7), ditujukan kepada pemerintahan lokal di Sholapur dan mulai menyelidiki praktek ritual ini.(smk/ypy) suaramedia.com

Origami city!